Kumpulan Materi Makalah
Mata Kuliah : Psikologi Olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar belakang masalah
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku
manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku
yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya
sendiri.
Ilmu
psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai
psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah
untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat
dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan factor-faktor yang ada
dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga
adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang
lebih baik dari sebelumnya.
Meningkatnya
stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik
dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka
dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan
hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini
seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya.
Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya
dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga
diperlukan agar atlet berpikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa
yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan
psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut. Mental yang tegar, sama
halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana,
teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet,
pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara
individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal
profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal
dengan “psikotes”, dengan bantuan psikometri.
Profil
psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepnbadian secara umum, potensi
intelektual. dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil
atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya,
orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata
dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran
psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam
prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya.
Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan
psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang
pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program
tersebut.
I.II. Identifikasi masalah
Sesuai
dengan judul makalah “Kecemasan Dalam Olahraga Serta Cara Pengendaliannya”,
maka dalam pembuatan makalah ini penulis mendapatkan beberapa pembahasan yang
di identifikasi sebagai berikut:
1) Pengertian
Anxiety (kecemasan) dalam olahraga
2) Jenis
dan sumber kecemasan dalam olahraga tersebut
3) Gejala
awal dan proses terjadinya kecemasan dalam olahraga
4) Upaya
pengendalian kecemasan dalam olahraga
I.III. Rumusan masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Apakah
pengertian Anxiety (kecemasan) dalam olahraga ?
2) Apa
jenis dan sumber kecemasan dalam olahraga tersebut ?
3) Bagaimana
gejala awal dan proses terjadinya kecemasan dalam olahraga ?
4) Bagaimana
upaya pengendalian kecemasan dalam olahraga ?
I.IV. Tujuan penulisan
Setiap
kegiatan yang dilaksanakan tentu memiliki maksud dan tujuan yang ingin dicapai,
secara umum penyusunan malah ini bertujuan untuk memperoleh informasi lebih
jauh mengenaiaspek psikologis seorang atlit dalam menghadapi sebuah pertandingan/kejuaraan
serta penanggulangannya. Adapun tujuan secara khusus pembuatan makalah ini
untuk memperoleh info mengenai :
1) Memahami
Pengertian Anxiety (kecemasan) dalam olahraga
2) Mengetahui
Jenis dan sumber kecemasan dalam olahraga tersebut
3) Mengetahui
Gejala awal dan proses terjadinya kecemasan dalam olahraga
4) Upaya
pelatih dalam pengendalian kecemasan olahraga
BAB II
PEMBAHASAN
II.I. Pengertian kecemasan
Setiap
orang pasti pernah mengalami perasaan takut, gelisah, tegang, dan cemas dalam
menghadapi sesuatu. Perasaan yang muncul pada diri seseorang dalam menghadapi
apa yang ingin dicapainya adalah wajar, karena untuk mencapai sebuah
keberhasilan terkadang selalu diikuti dengan gejolak
psikologis tersebut.
Kecemasan
juga terjadi dalam dunia olahraga manakala seorang atlit akan menghadapi sebuah
pertandingan/kejuaraan, kecemasan pada setiap atlit memiliki tingkatan dan
waktu yang berbeda-beda.
Kecemasan
yang terjadi pada diri atlit bukanlah sesuatu hal yang aneh, sebab atlit yang
sudah mempersiapkan diri untuk bertanding dengan baikpun untuk menghadapi
pertandingan bisa mendadak mengalami gangguan fisiologis dan gangguan
psikologis, sehingga pertandingan yang sudah direncanakan tidak bisa diikutinya
dengan baik.
Kecemasan
merupakan reaksi situsional terhadap berbagai rangsang stress, apabila
ketegangan-ketegangan yang dimiliki atlit berlebihan dan melebihi batas normal
atau ambang batas stress seorang atlit akan mengalami kecemasan.
Kecemasan
menjelang pertandingan akan muncul pada diri atlit, dan akan mempengaruhi
penampilan atlit, kecemasan tak selamanya berkonotasi negatif, perasaan cemas
dalam batas-bataa tertentu tetap diperlukan oleh atlit untuk tetap tampil
dengan baik, yang terpenting adalah tingkat kecemasan yang tetap terkontrol
tanpa dihilangkan sama sekali.
Pada
umumnya atlit yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala-geala yang
biasanya diikuti dengan ketegangan atau stres pada diri seseorang, indikator
yang dapat dijadikan atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dari perubahan
secara fisik maupun secara psikis.
Gejala
yang nampak pada fisik yaitu seperti peningkatan adrenalin yaitu meningkatnya
denyut nadi, meningkatnya keringat, kulit terasa dingin, sakit perut, nafas
cepat, otot tegang, mulut kering, dan ada keinginan untuk terus buang air
kecil.
Gejala
secara psikis yaitu seperti cemas/khawatir, bingung atau tidak mampu
konsentrasi atau sulit dalam membuat keputusan, berpikir aneh, pikiran diluar
kendali atau mudah gembira yang meluap-luap. Gejala yang nampak pada atlit yang
mengalami kecemasan; 1) gejala fisik; a) adanya perubahan yang dramatis pada
tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit tidur, (b) terjadinya
peregangan otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot
extremitas, (c) terjadinya perubahan irama pernafasan, (d) terjadi kontraksi
otot setempat, pada dagu, sekitar mata, dan rahang. 2). Gejala psikis; (a)
gangguan pada perhatian dan konsentrasi, (b) perubahan emosi, (c) menurunnya
rasa percaya diri, (d) timbulnya obsesi, (e) tidak ada motivasi (Singgih,
1989).
Selain
itu, beberapa atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dariperubahan raut muka
misalnya menyeringai,dahi berkerut, terlihat serius, atlit mengatup geraham
lebih keras, bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti kaki dan tangan yang dapat
memperlihatkan ketidaktenangan, selain itu atlit terlihat menggigit-gigit kuku
jari, menggigit-gigit bagian dalam pipi, jalan mondar-mandir dan beberapa atlit
terlihat lebih banyak merokok. Selain itu, beberapa tanda yang dirasakan atlit
misalnya, kepala terasa pusing, leher dan tengkuk terasa sakit, punggung sakit,
sakit perut, merasa sembelit atau sukar kebelakang, merasa capek atau sukar
tidur (insomnia), keringat yang keluar dirasa berlebihan, sangat pendiam atau
mungkin banyak bicara.
Lapangan
olahraga senantiasa penuh dengan Anxiety dan konflik-konflik, penuh dengan
ketakutan-ketakutan dan bentrokan-bentrokan mental, jarang sekali seorang
pelatih merasa pasti bahwa timnya sudah 100% kuat mental maupun fisiknya.
Jarang pula ada seorang atlit, meski dia seorang juara sekalipun, yang dapat
mengontrol dan menyesuaikan segala emosinya, Anxietiesnya dan
konflik-konfliknya dalam menghadapi sebuah pertandingan, apalagi pertandingan
tersebut adalah pertandingan yang menentukan. Dalam menghadapi pertandingan
kecemasan yang dialami atlit umumya berubah-ubah yaitu sebelum, selama dan
mendekati akhir pertandingan.
Sebelum
pertandingan, Anxiety naik disebabkan oleh bayangan akan beratnya tugas atau
pertandingan yang akan datang.
Selama
pertandingan berlangsung, tingkat Anxiety biasanya menurun. Hal ini disebabkan
karena atlit sudah mulai mengadaptasikan dirinya dengan situasi pertandingan
sehingga keadaan sudah dapat dikuasainya.
Mendekati
akhir pertandingan, tingkat Anxiety biasanya mulai naik kembali, terytama
apabila skor pertaandingan sama atau hanya berbeda sedikit saja.
II.II. Jenis dan Sumber kecemasan
Kecemasan
yang dialami oleh seseorang dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu, Trait
anxiety dan State axiety. Trait anxiety disebut juga kecemasan sebagai sifat,
maksudnya sifat cemas yang terlalu melekat pada diri seseorang merupakan sifat
pembawaan orang tersebut. Dengan perkataan lain sifat cemas telah menjadi
atribut yang menetap pada diri seseorang atau telah menjadi suatu ciri
kepribadiannya.
Dalam
dunia olahraga, atlit yang mengalami trait anxiety biasanya menunjukan sifat
mudah cemas dalam menghadapi berbagai permasalahan, khususnya dalam menghadapi
petandingan.
State
anxiety merupakan merupakan gejala khusus bagaimana keadaan individu menghadapi
situasi tertentu yang mengganggu, state anxiety mempunyai rujukan obyektif
sedangkan Trait anxiety mempunyai rujukan subyektif.
Untuk
mengetahui tingkatan dari Trait dan State anxiety pada diri atlit, atlit yang
memiliki Trait anxiety tinggi akan bereaksi dengan State anxiety yang lebih
tinggi. Apabila Trait anxiety diukur dah diketahui tinggi rendahnya maka State
anxiety dapat diprediksi dari tinggi rendahnya Trait anxiety. Dengan demikian
tinggi rendahnya State anxiety bergantung pada tinggi rendahnya Trait anxiety.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan atlit dengan Trait anxiety tinggi akan
bereaksi dengan State anxiety yang rendah apabila atlit sudah benar-benar
terlatih dalam aspek psikologisnya. Maksudnya atlit yang mempunyai memiliki
Trait anxiety tinggi yang dijuluki atlit pencemas apabila diberikan pelatihan
mental (mental training, atlit tersebut akan terbiasa dengan keadaan atau
suasana yang membangkitkan kecemasan. Oleh karena itu, pelatihan mental penting
diberikan oleh pelatih kepada atlitnya dalam rangka membantu atlit dalam rangka
membantu atlet mengendalikan kecemasan yang timbul pada dirinya.
Untuk
mengetahui sumber kcemasan itu muncul pada diri seseorang, penulis membagi duaa
sumber terjadinya kecemasan pada diri atlit yaitu sumber yang bersifat
situsional dan sumber yang bersifat personal. Sumber situsional yang
mengakibatkan stress dan kecemasan adalah; a) Pertandingan yang penting, b)
tidak menentunya hasil pertandingan. Kecemasan juga akan muncul yang bersumber
dari dalam dan luar diri atlit. Sumber dari dalam berarti kecemasan tersebut
muncul dari dalam diri atlit itu sendiri. Contoh kecemasan yang bersumber dari
dalam diri atlit, yaitu: 1) atlit sangat mengandalkan kemampuan dirinya, 2)
atlit merasa bermain baik sekali atau sebaliknya, 30 ada pikiran negatif karena
dicemooh atau dimarahi, 4) adanya pikiran puas diri.
Sedangkan
sumber dari luar, berarti sumber kecemasan itu datang dari luar diri atlit.
Beberapa contoh kecemasan yang datang dari luar, yaitu: 1) rangsangan yang
membingungkan, 2) pengaruh masa, 3) saingan yang bukan tandingannya, 4)
kehadiran atau ketidakhadiran pelatih. Selain dua sumber ketegangan
tersebutsumber kecemasan lain yang dapat muncul pada diri atlit yaitu faktor
lingkungan seperti keadaan lapangan pertandingan, tempat bertanding, cuaca,
ventilasi, permukaan lapangan dan sebagainya.
II.III. Gejala dan Proses terjadinya kecemasan
Pada
umumnya atlit yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala-gejala yang
biasanya diikuti dengan timbulnya ketegangan atau stress pada diri seseorang,
indikator yang dapat dijadikan atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dari
perubahan secarafisik maupun secara psikis.
Gejala
yang nampak pada fisik seperti peningkatan adrenalin yaitu meningkatnya denyut
nadi, meningkatnya keringat, kulit terasa dingin, sakit perut, nafas cepat,
otot tegang, mulut kering, dan ada keinginan untuk terus buang air kecil.
Gejala
secara psikis yaitu seperti cemas/khawatir, bingung atau tidak mampu
konsentrasi atau sulit dalam membuat keputusan, berpikir aneh, pikiran diluar
kendali atau mudah gembira yang meluap-luap. Gejala yang nampak pada atlit yang
mengalami kecemasan; 1) gejala fisik; a) adanya perubahan yang dramatis pada
tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit tidur, (b) terjadinya
peregangan otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot
extremitas, (c) terjadinya perubahan irama pernafasan, (d) terjadi kontraksi
otot setempat, pada dagu, sekitar mata, dan rahang. 2). Gejala psikis; (a)
gangguan pada perhatian dan konsentrasi, (b) perubahan emosi, (c) menurunnya
rasa percaya diri, (d) timbulnya obsesi, (e) tidak ada motivasi (Singgih,
1989).
Selain
itu, beberapa atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dariperubahan raut muka
misalnya menyeringai,dahi berkerut, terlihat serius, atlit mengatup geraham
lebih keras, bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti kaki dan tangan yang dapat
memperlihatkan ketidaktenangan, selain itu atlit terlihat menggigit-gigit kuku
jari, menggigit-gigit bagian dalam pipi, jalan mondar-mandir dan beberapa atlit
terlihat lebih banyak merokok. Selain itu, beberapa tanda yang dirasakan atlit
misalnya, kepala terasa pusing, leher dan tengkuk terasa sakit, punggung sakit,
sakit perut, merasa sembelit atau sukar kebelakang, merasa capek atau sukar
tidur (insomnia), keringat yang keluar dirasa berlebihan, sangat pendiam atau
mungkin banyak bicara.
Proses
terjadinya stress dan kecemasan merupakan serangkaian peristiwa. Terjadinya
stress dan keemasan merupakan sebuah subtansi adanya ketidakseimbangan antara
tuntutan fisik, psikologis dan kemampuan merespon. Biasanya kegagalan dalam
memenuhi tuntutan tersebut merupakan rangkaian terjadinya stress. Terdapat
model yang sederhana bahwa proses terjadinya stress terdiri empat tahapan yang
saling berhubungan, yaitu tuntutan lingkungan (emvironmental demand), persepsi
pada tuntutan (perceftion of demand), respon terhadap stress ((stress respon),
akibat dari perilaku (behavior consequens).
Tahap
1: Tuntutan lingkungan: jenis tuntutan pada individu bisa berupa pisik dan
psikologis, contoh siswa harus mnampilkan keterampilan baru pada cabang
olahraga bola voly di depan kelasnya, atau orang tua menekankan atet untuk
memenangkan pertandingan.
Tahap
2: Persepsi pada tuntutan: pada tahap ini seseorang mempersepsikan tuntutan
pisik dan psikologis. Contohnya Rena senang diperhatikan didepan kelas
sedangkan Maya merasa terancam, Maya merasakan ketidakseimbangan antara
tuntutan pada dirinya untuk memperagakan didepan kelas dan kemampuannya untuk
memenuhi tuntutan itu. Rena tidak merasakan ktidakseimbangan, atau merasakan
hanya tidak mengancam dirinya. Seseorang yang mempunyai Trait anxiety tinggi
akan berpengaruh, yaitu cenderung merasakan situasi yang lebih (khususnya jika
dinilai dalam pertandingan) sebagai ancaman dibanding Trait anxiety yang
rendah. Trait anxiety sangat berpengaruh pada tahap kedua ini.
Tahap
3: Respon terhadap stress: seseorang akan merespon pisik dan pisikologi untuk
merepsesikan situasi. Jika persepsi seseorang tidak seimbang antara kemampuan
dan tuntutan merespon akan menyebabkan perasaan terancam, maka State anxiety
meningkat, menjadi cemas (cognitive state anxiety) aktivasi pisiologi meningkat
(somatic state anxiety). Reaksi lainnya muncul seperti perubahan konsentrasi,
meningkatnya ketegangan otot, dan seiring dengan itu State anxiety meningkat.
Tahap
4: Akibat perilaku: yaitu perilaku aktual seseorang dibawah stress. Jika siswa
belajar bola voly dapat memenuhi perasaan ketidakseimbangan antara kemampuan
dan tuntutan dan merasakan peningkatan pada State anxiety; apakah penampilannya
memburuk ? atau apakah meningkatnya State anxiety meningkat pula kehebatannya ?
Dengan demikian penampilan siswa akan meningkat.
II.IV. Upaya pengendalian kecemasan dalam olahraga
v. Teknik peredaan
ketegangan
1. Aktivitas
Aktivitas
dan gugahan mengacu kepada kesiapan psikologis seorang dalam menghadapi suatu
aktivitas seperti pertandingan. Anxiety akan selalu ada tidak mungkin dihindari
dalam setiap pertandingan. Tantangan bagi pelatih adalah bagaimana menolong
atlit untuk mengenal respon – respon anxiety, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap situasi – situasi yang dihadapi.
Setiap
atlit mempunyai cara atau teknik tersendiri dalam mempersiapkan diri secara
psikoogis menghadapi suatu pertandingan sesuai dengan cirri
kepribadiannya.kemampuan untuk menyetel dan mengatur tingkat anxiety dan
tingkat aktivitas sebelum dan selama pertandingan merupakan skill yang sangat
pentng guna memperoleh prestasi yang setinggi – tingginya.
Oxendine
( Fouse dan Tropmann : 1981 ) mengatakan bahwa mengubah aktivitas dan gugahan
ke suatu tingkat yang diinginkan membutuhkan pengertian dalam beberapa prinsip
dasar psikologi secara keterampilan dalam menggunakan teknik – teknik tertentu.
Beberapa teknik untuk menaikan tingkat aktivitas dalam kegiatan motorik seperti
: memberikan tantangan, hukuman, hadiah, musik, dan sebagainya. Pelatih juga
harus sadar teknik yang bermaksud untuk menggugah semua atlit, disatu pihak
dapat menaikan tingkat prestasi beberapa atlit, akan tetapi dilain pihak juga
dapat menurunkan prestasi atlit – atlit lainnya.
Oxendine ( Fouse dan
Tropmann : 1981 ) juga mengatakan bahwa :
Tingkat
arousal atau aktivitas yang tinggi penting untuk aktivitas – aktivitas yang
menuntut kekuatan ( misalnya tinju, angkat besi, gulat dll )
Tingkat
arousal yang tinggi menggangu aktivitas yang berisi keterampilan – keterampilan
yang komplejs ( misalnya senam, koordinasi kestabilan dll )
Tingkat
gugahan yang sedikit lebih tinggi dari normal dianjurkan untuk semua tugas
motorik ( aktivitas fiik )
|
Aktivitas yang berlebihan (overexcited)
|
Aktivitas terlalu rendah (apatisme)
|
Aktivitas yang cukup sebelum pertandingan
|
Proses - proses fisik
|
Semua organ tidak berfungsi; perubahan –
perubahan gawat dalam fungsi – fungsi vegetative (nadi cepat, keringat
berlebihan, banyak kencing, gemetar, anggota tubuh bagian bawah terasa lemas
dsb.)
|
Rasa lemas / lemah (langued) gerakan –
gerakan serasa lumpuh, terasa ngantuk terus.
|
Seluruh
proses faaliah normal, ketegangan cukup untuk menghadapi pertandingan, denyut
jantung naik.
|
Proses – proses psikis
|
Kegelisahan yang berlebihan, gerakan –
gerakan tidak dapat dikuasai, kekhilafan – kekhilafan,lingkungan,tidak yakin,
gugup dsb.
|
Lengah, tidak acuh (apatis), takut, cemas,
murung (depresif),ingin mengundurkan diri, penat, mudah tersinggung
|
Ada gugahan, agak kurang sabar menunggu
pertandinganyang akan dating, konsentrasi optimal, penguasaan tingkah
laku(sadar apa yang dilakukan ),penuh energi.
|
aktivitas
|
Aktivitas terlarang, disorginazed, taktik
dan strategiberantakan, kecepatan hilang, tak bisa atur nafas, gerakan –
gerakan tak terkontrol, banyak membuat kesalahan kalau harus melakukan teknik
– teknik yang rumit, sangat kaku gerakan – gerakannya.
|
Tidak ada usaha yang sungguh – sungguh,
aktivitas mental cepat turun,salah tingkah tidak merasa capek setelah
pertandingan.
|
Memulai pertandingan dengan rencana taktis,
orientasi jelas dapat menguasai pertandingan,semua energy dapat disalurkan
secara efisien dan efektif, sasaran tercapai atau mudah dilewati.
|
Hubungan
antara arousal dengan prestasi digambarkan melalui hipotesis huruf U terbalik
atau sering disebut hukum Yarkes Dodson (Weinberg : 1988).
v Teknik –
teknik mengurangi kepekaan (Desensitization)
Beberapa
teknik yang telah pernah dicoba oleh ahli – ahli psikologi untuk mengurangi
anxiety yang berlebihan pada invidu yang memperlihatkan ketakutan dalam
menghadapi situasi, yaitu :
I. Teknik
Jacobson dan Schultz
a) Mengurangi
arti pentingnya pertandingan dalam benak etlit.
b) Mengurangi
ancaman – ancaman hukuman bagi atlit apabila ia gagal.
II. Teknik Cratty
Salah
satu teknik kepekaan terhadap ketegangan ketegangan yang diperkenalkan oleh
Cratty (1973) adalah :
Dalam
teknik ini terlebih dahulu membuat suatu daftar yang menyebabkan atlit merasa
bimbang, takut, cemas. Daftar tersebut disusun menurut urutan dari yang paling
ditakuti sampai dengan hal yang paling kurang ditakuti. Dengan teknik ini,
pertama – tama kita hadapkan atlit kepada situasi yang membangkitkan anxiety
yang paling rendah padanya dan menyuruh (memberikan kesempatan) untuk
membiasakan diri terhadap situasi demikian.
III. Teknik Progresive Muscle Relaxation.
Dengan
latihan ini seseorang dapat menjadi rileks pada otot – ototnya sekaligus juga
mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada system saraf pusat maupun
pada system saraf otonom. Atlit yang bimbang atau takut biasanya ototnya
menjadi tegang, dan jika otot tegang maka keterampilan fisiknya akan terganggu
maka otot – otot tersebut harus dibuat rilieks. Oleh karena itu, memaksa otot
untuk rilieks tidak mudah, apalagi dalam situasi tegang. Maka orang harus
melatih diri untuk bisa merilekskan otot – otot yang tegang tersebut. Lebih
dari itu dia harus secara sadar mengontrol, menguasai dan mengatur otot –
ototnya agar bisa rileks.
Jacobson
berpendapat bahwa ada hubungan langsung dari system otot ke emosi orang. Jika
kita dapat mengontrol otot – otot kita dan mengurangi tegangannya, maka kita
akan mampu pula untuk mengontrol emosi.
Secara sepintas prosedur
Jacobson dapat digambarkan sebagai berikut :
Atlit
disuruh duduk atau berbaring dengan rileks.kemudian secara bergiliran untuk
dilatih rileksasi.angota tubuh tersebut disuruh ditegangkan dengan tegangan
isometrik. Tegangannya dipertahankan selama 10 detik, kemudian diperintahkan
untuk rileks dan harus dirasakan betul seolah – olah terasa panas dan otot
tersebut dapat kita kontrol. Sambil istirahat kita pusatkan perhatian pada otot
– otot yang rileks tersebut, dan pada tegangan yang mengalir ke luar dari otot
tersebut.
IV.
Teknik Autogenic Relaxation
Teknik
ini dapat melatih seseorang untuk melakukan sugesti diri, agar ia dapat
mengubah kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengendalikan munculnya emosi
yang terlalu bergelora.
Pada
permulaan latihan memang perlu dibantu dengan instruksi – instruksi dari
pelatih. Akan tetapi setelah beberapa kali latihan, atlit harus bisa mensugesti
dirinya sendiri dalam latihan relaksasi ini. Prosedur autogenic menekankan pada
enam pusat perhatian :
a) Lengan
kanan (kiri) saya terasa berat, tungkai kanan (kiri) saya terasa berat.
b) Lengan
kanan (kiri) saya terasa hangat, tungkai kanan (kiri) saya terasa hangat.
c) Denyut
jangtung saya tenang dan teratur.
d) Badan
saya bernafas sandiri.
e) Perut
saya terasa hangat.
f) Dahi
saya terasa sejuk
Pada
waktu latihan pelatih mengecek apakah seluruh anggota badan atlit benar – benar
rileks, yaitu dengan cara menmgangkat salah satu anggota badan (misalnya kaki)
dan menjatuhkanya kelantai.
Menurut
Vanek dan Cratty (1970) tidak semua atlit bisa melatih teknik rileksasi ini
dengan hasil yang positif. Katanya atlit harus cukup inteligen, harus melakukan
latihan dengan sukarela dan tekun, serta harus mempunyai kemampuan unutk
berkonsentrasi dengan baik.
V. Teknik Respon Bebas Anxiety
Prosedur teknik ini adalah
sebagai berikut :
Pertama
–tama atlit dimasukkan kedalam suatu situasi yang menimbulkan kecemasan
padanya. Kemudian situasi tersebut dihapus dengan stimulus eksternal, misalnya
bunyi bel,peluit,teriakandari pelatih atau dengan cara lainnya.jadi atlit harus
mengasosiasikan perasaan bebas anxiety (rileks) dengan stimulus dari luar
tersebut dan haruslah dilakukan berulang – ulang.
VI. Teknik Deep Breathing
Teknik
ini banyak dilakukan oleh para atlit karena dapat dilakuka disembarang tempat.
Prosedur menurut Harsono (1988) adalah sebagai berikut :
a) Duduk
dengan badan tegak, kedua tangan rileks diantara lutut, mata dipejamkan.
b) Ambil
nafas pelan – pelan sedalam – dalamnya melalui mulut (mulut jangan dibuka
terlalu lebar), dan rasakan udara menyelinap keseluruh pelosok alveoli paru
–paru.
c) Keluarkan
udara pelan – pelan melalui mulut dengan dibantu oleh otot – otot perut.
Rasakan sampai seakan – akan paru paru menjadi kosong udara.
d) Istirahat
sebentar, kemudian ulangiprosedur diatas beberapa kali.
Pada
waktu pertandingan, deep breathing tersebut sering membantu kita untuk bisa
mengurangi rasa tegang. Bila timbul ketegangan, segeralah melakukan deep
breathing sambil menangkan jiwa dan pikiran.
VII. Teknik Meditasi
Penelitian
Wallace (1971) menunjukkan bahwa teknik tersebut memberikan efek lluar biasa
pada tubuh, yaitu detak jantungmenurun sampai stabil dan peredaran asam laktat
menjadi tiga kali lebih cepat
Meditasi
dilakukan seseorang dengan memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terhadap
suatu objek atau pikiran dan kegiatan tersebut ditahannya untuk beberapa waktu
dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa terganggu atau eralih perhatian dan
konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka akan diperoleh
keadaan rileks.
VIII. Teknik Model Training
Teknik
Model Training adalah latihan yang mirip atau menyerupai situasi dan kondisi
pertandingan yang sebenarnya. Dalam model training sebaiknya dimasukkan
kombinasi dari situasi – situasi stress teknik , social dan mental yang sejauh
mungkinmendekati situasi dan kondisi pertandingan. Diharapkan latihan demikian
akan dapat mempercepat adaptasi penyesuaian atlit terhadap setiap situasi
stress pertandingan.
IX. Strategi Kognitif
Strategi
kognitif didasari oleh pendekatana kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau
proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi,
kesalahan, kegagalan ataupun kekecewaan , tidak disebabkan oleh objek dari
luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir
seseorang.
Salah
satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan
pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang. Contohnya :
pemikiran sebagai berikut : “ Saya memusatkan perhatian terhadap komitmen saya
untuk bermainan sesuai dengan apa yang sudah saya latihdan strategi bermain
saya.” Kegiatan ini merupakan kegiatan menginstruksi diri sendiri (self –
instruction), sehingga apapun yang akanterjadi dalam permainan, atlot akan
berpedoman pada proses berpikirnya.
Namun
dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini sangat erat kaitannya dengan
status emosi dan bernagai macam pergolakannya. Pergolakan tersebut berasal dari
tingkat ketegangan yang dialami oleh atlit, khususnya yang bersumber pada
dirinya, yakni trait anxiety.
1) Mekanisme
pertahanan diri
Anxiety,
kekhawatiran, dan ketakutan yang berke¬camuk dalam diri atlet adalah gejala
yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah reaksi terhadap perasaan
"khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang dialami
atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidak enak dan selamanya akan
berkecamuk dalam kehidupan seorang atlet, maka dibutuhkan suatu mekanisme di
dalam kepribadiannya untuk membebaskan dirinya dari anxiety tersebut.
Mekanisme ini biasanya disebut security operation atau defense inechanisin.
Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alai agar kepribadiannya tidak merasa
terancam. Sering kalimekanisme ini bekerja demikian efektif sehingga atlet
benar-benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya
di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan demikian, bukan
hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer, pengurus dan
lain-lain.
Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer,
Pengurus, KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan licin, bola tidak
bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak
rasional dan hanya merupakan manifestasi dari perasaan kecewa karena mengalami
kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan
dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan
oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab
kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Sebagai
pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet agar tidak membiasakan diri
menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar sebagaimana contoh-contoh
tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah didiskusikan,
dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelektual dan inteligen. Pelatih
harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak meremehkan kegagalan, dan
menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian yang wajar.Dengan
demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental para atlet
sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.I. Kesimpulan
Kecemasan
menunjukan gejala-gejala yang nampa pada pisik, psikis dan perilaku. Gejala
pada fisik seperti peningkatan adrenalin seperti denyut nadi meningkat,
meningkatnya keringat, kulit terasa dingin, sakit perut, nafas cepat, otot
tegang, mulut kering, dan ada keinginan untuk terus buang air kecil. Gejala
secara psikis yaitu seperti cemas/khawatir, bingung atau tidak mampu
konsentrasi atau sulit dalam membuat keputusan, berpikir aneh, pikiran diluar
kendali atau mudah gembira yang meluap-luap.
Pendekatan
yang bisa dilakukan yaitu dengan teknik peredaan ketegangan seperti Aktivitas
dan gugahan yang mengacu kepada kesiapan psikologis seorang dalam menghadapi
suatu aktivitas seperti pertandingan. Anxiety akan selalu ada tidak mungkin
dihindari dalam setiap pertandingan. Kemudian menggunakan teknik
mengurangi kepekaan (Desensitization) juga sangat berperan, seperti: Teknik
Jacobson dan Schultz, Teknik Cratty, Teknik Progresive Muscle
Relaxation, Teknik Autogenic Relaxation, Teknik Respon Bebas
Anxiety,Teknik Deep Breathing, Teknik Meditasi, Teknik Model
Training dan Strategi Kognitif serta Mekanisme pertahanan
diri.
III.II. Saran
Membahas
tentang anxiety dan stress dalam olahraga serta pengendaliannya maka ada
beberapa saran yang dapat digaris bawahi dalam makalah ini antara lain :
1) Didalam
memahami anxiety dan stress dalam olahraga serta pengendaliannya diharapkan
setiap individu mampu dan memahami tentang anxiety dan stress dalam olahraga
serta pengendaliannya. Pada hakikatnya setiap individu diharapkan mampu
memahami anxiety dan stress dalam olahraga serta pengendaliannya ini, yakni
keluarga pendidik dan penentu kebijakan yang berkepentingan didalamnya sebagai
tempat atau wadah pengembang pendidikan agar menjadi lebih luas dalam
perkembanganan pendidikan terutama perkembangan psikologi olahraga dalam
pendidikan jasmani dan olahraga.
2) Anxiety
dan stress dalam olahraga serta pengendaliannya tidak dapat dipisahkan karena
ketiganya saling mempengaruhi didalam meningkatkan dan mengembangkan prestasi
atlet.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono. (1988). Coaching
dan aspek-aspeK psiKologis dalam coaching. Jakarta: C.V. Tambak
Kusuma.
Gunarso, Singgih. (1989). Psikologo
Olahraga, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.